PUSTAKA DIGITAL TEBAR ILMU PENGETAHUAN UNTUK KEMAJUAN DUNIA PENDIDIKAN, SILAHKAN DOWNLOAD SEMUA BUKU - BUKU YANG KAMI SEDIAKAN, DAN JANGAN LUPA KIRIM LINK INI KE KAWAN - KAWAN ANDA YANG LAIN, SEMOGA BERMANFAAT
Sekali Memberi Kebaikan,Maka akan Kembali 10 Kebaikan

Rabu, 13 Desember 2023

PEMETAAN KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

 

Selama ini, strategi penyelenggaraan pembelajaran dilaksanakan secara klasikal massal, dan lingkungan belajar yang disediakan seragam untuk semua peserta didik, padahal pada hakekatnya setiap peserta didik memiliki potensi dan kemampuan awal serta karakteristik yang berbeda. Kondisi lingkungan belajar yang seragam dapat mengakibatkan peserta didik yang kemampuan awal di bawah rata-rata akan mengalami kesulitan belajar dan tertinggal, sebaliknya, peserta didik yang memiliki kemampuan awal berada di atas rata-rata merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya.

Agar setiap peserta didik dapat berprestasi sesuai dengan potensinya, diperlukan pelayanan pembelajaran yang berdiferensiasi (teaching at the right level), yaitu memberikan lingkungan dan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Untuk dapat

menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

Asesmen awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik ketika akan mempelajari suatu kompetensi,

sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan rancangan layanan pembelajaran dan asesmen yang tepat. Asesmen awal ini dapat dilakukan dengan memberikan tes atau nontes sesuai dengan karakteristik kompetensi dan kondisi potensi lingkungan sekolah yang tersedia.

Asesmen awal merupakan salah satu tahapan untuk merealisasikan pembelajaran berpusat pada peserta didik, maka asesmen awal (Assessment for Learning) perlu dilakukan. Dengan menyelenggarakan asesmen awal, guru dapat memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

Tujuan memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik terhadap kompetensi prasyarat maupun yang akan dipelajari, adalah untuk mensinkronisasi (mengaitkan) kemampuan awal, terutama kemampuan prasyarat dan kompetensi yang akan dipelajari. Informasi peta kemampuan awal dan karakteristik peserta didik selanjutnya digunakan guru untuk mengembangkan rancangan pembelajaran dan asesmen secara tepat.

a. Asesmen Awal Kognitif

1) Deskripsi asesmen awal

Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah diagnostik dapat dilakukan dalam sebuah tes. Asesmen awal pembelajaran melingkupi konsep yang luas meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam pembelajaran.

2) Tujuan asesmen awal

Tujuan asesmen awal adalah membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil belajar yang diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

3) Fungsi asesmen awal

Fungsi asesmen awal adalah untuk mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Asesmen awal dirancang untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik, sehingga

desain perangkat asesmen awal harus sesuai dengan format dan respon asesmen awal yang diharapkan. Bentuk perangkat asesmen awal sebaiknya berupa supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),

sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Jika terdapat alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu, sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, sehingga dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.

4) Pelaksanaan asesmen awal

Asesmen awal dapat dilakukan pada waktu tertentu, seperti awal tahun ajaran, awal semester atau awal pembelajaran. Pertimbangan penetapan waktu dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dari

asesmen awal dapat digunakan guru sebagai acuan dalam mengembangakan rancangan pembelajaran dan asesmen yang tepat sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

5) Metode asesmen awal

Untuk mendapatkan informasi yang objektif dan kredibel, metode asesmen awal yang dapat digunakan, antara lain:

a) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab akan dengan mudah mengetahui sampai sejauh mana peserta didik memiliki kompetensi terkait kompetensi yang akan dipelajari atau kompetensi yang menjadi prasyarat. Metode tanya jawab juga dapat mengeksplorasi kompetensi peserta didik terkait materi yang dipelajari, serta cukup efektif dalam mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang akan dipelajari.

b) Test tertulis

Melalui tes tertulis dapat mengetahui sejauh mana tingkat kedalaman dan keluasan kemampuan awal peserta didik. Tes tertulis dapat dalam bentuk pertanyaan yang memuat seluruh jenis materi dan level

proses kognitif. Dengan cakupan materi seperti ini, diharapkan hasil asesmen dapat merepresentasikan kemampuan peserta didik. 



Minggu, 19 November 2023

Pendalaman Materi

 

Pendalaman Materi

Pada mata kuliah Pendalaman Materi, mahasiswa menempuh mata kuliah dengan aktivitas analisis materi pembelajaran berbasis masalah,  literasi, numerasi, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. 

Dalam melaksanakan aktivitas pendalaman materi, Mahasiswa merujuk pada bahan kajian berikut:

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya;
Pembelajaran Sosial Emosional; 
Prinsip Pembelajaran dan Asesmen; dan
Bahan kajian lainnya yang telah tersedia di Platform Merdeka Mengajar dan direkomendasikan oleh Dosen pengampu jika diperlukan.

Catatan: bahan kajian disesuaikan dengan bidangnya

Aktivitas pembelajaran pada Pendalaman Materi dilakukan secara daring dengan beban belajar 5 (lima) sks. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui tiga langkah, yaitu: 

Langkah 1: Identifikasi masalah; 
Langkah 2: Eksplorasi penyebab masalah; dan
Langkah 3: Penentuan penyebab masalah.


Langkah identifikasi masalah merupakan upaya untuk menemukenali permasalahan yang dihadapi dalam tugas keseharian guru, meliputi: pengelolaan lingkungan sosial emosional belajar siswa, membangun relasi dengan siswa, melakukan disiplin positif, pemberian feedback, metode pembelajaran, masalah motivasi, materi HOTS, literasi numerasi, miskonsepsi, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, asesmen, interaksi dengan orang tua siswa, menggunakan model-model pembelajaran inovatif, dan masalah pembelajaran lainnya. 

Langkah eksplorasi penyebab masalah merupakan upaya untuk menggali penyebab masalah yang telah diidentifikasi pada Langkah 1 (satu). Mahasiswa dapat melakukan riset dengan melakukan kajian literatur, wawancara guru/kepala sekolah/ pengawas sekolah/rekan sejawat di sekolah, wawancara pakar dan pihak terkait lainnya dengan bimbingan/arahan Dosen dan Guru Pamong.

Langkah penentuan penyebab masalah dilakukan dengan cara menentukan akar penyebab masalah yang paling mendekati terhadap konteks yang dihadapi guru di kelas/sekolahnya, dan menjelaskan alasannya. Dalam melakukan penentuan penyebab masalah tersebut, mahasiswa berkonsultasi dengan Dosen, Instruktur, dan Guru Pamong. Mahasiswa mempresentasikan akar penyebab masalah yang dipilih, disertai dengan penjelasan tentang kajian/analisis penentuan penyebab masalah tersebut. Pada bagian akhir kegiatan, Mahasiswa wajib menentukan 1 (satu) masalah serta akar penyebabnya yang paling sesuai dengan tugas keseharian guru.


Siklus 1

 


Siklus 1
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus 1 terdiri atas sembilan (9) langkah seperti diilustrasikan pada Gambar 1. Alur Pelaksanaan Pembelajaran PPG Dalam Jabatan Siklus 1.


Siklus 1 dilaksanakan selama  27 hari dari hari ke-1 s.d. 27, dimana  9 langkah pembelajaran dibagi ke dalam tiga MK yaitu Pendalaman Materi (hari ke-1 s.d. Hari ke-6), Pengembangan Perangkat Pembelajaran (hari ke-7 s.d hari ke-13), dan Praktik Pengalaman Lapangan (hari ke-14 s.d hari ke-27)
Pada siklus ini, Saudara dapat melakukan Praktik Pengalaman Lapangan untuk perangkat pembelajaran/layanan yang telah disusun setelah lulus uji komprehensif dengan nilai paling rendah 70.

Kamis, 16 November 2023

Menulis soal sesuai dengan kaidah penulisan soal

 



Untuk memastikan kualitas soal untuk menjaga validitas soal, soal perlu memenuhi kaidah penulisan dari aspek konstruksi, substansi dan bahasa.

a) Konstruksi

● pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
● menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban.
● ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
● setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
● kondisi/stimulus soal berupa; teks, gambar, skenario, tabel, grafik,
wacana, dialog, video, atau kasus/masalah., atau yang sejenisnya
disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.

b) Substansi

● soal harus sesuai dengan indikator.
● setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran, tp dan kktp
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat fase.

c) Bahasa yang digunakan

● rumusan kalimat soal harus komunikatif.
● menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar (baku).
● tidak menimbulkan penafsiran ganda.
● tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
● tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik,suku, ras, dan agama..
● menggunakan bahasa yang komunikatif.
● kalimat soal tidak menyalin/menjiplak persis suatu teks bacaan,




Peta Kemampuan

 


awal dan karakteristik peserta didik selanjutnya digunakan guru untuk mengembangkan rancangan pembelajaran dan asesmen secara tepat.

a. Asesmen Awal Kognitif

1) Deskripsi asesmen awal

Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah diagnostik dapat dilakukan dalam sebuah tes. Asesmen awal pembelajaran melingkupi konsep yang luas meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam pembelajaran.

2) Tujuan asesmen awal

Tujuan asesmen awal adalah membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil belajar yang diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

3) Fungsi asesmen awal

Fungsi asesmen awal adalah untuk mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Asesmen awal dirancang untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik, sehingga

desain perangkat asesmen awal harus sesuai dengan format dan respon asesmen awal yang diharapkan. Bentuk perangkat asesmen awal sebaiknya berupa supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Jika terdapat alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu, sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, sehingga dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.

4) Pelaksanaan asesmen awal

Asesmen awal dapat dilakukan pada waktu tertentu, seperti awal tahun ajaran, awal semester atau awal pembelajaran. Pertimbanganpenetapan waktu dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dari

asesmen awal dapat digunakan guru sebagai acuan dalam mengembangakan rancangan pembelajaran dan asesmen yang tepat sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

5) Metode asesmen awal

Untuk mendapatkan informasi yang objektif dan kredibel, metode asesmen awal yang dapat digunakan, antara lain:

a) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab akan dengan mudah mengetahui sampai sejauh mana peserta didik memiliki kompetensi terkait kompetensi yang akan dipelajari atau kompetensi yang menjadi prasyarat. Metode tanya jawab juga dapat mengeksplorasi kompetensi peserta didik terkait materi yang dipelajari, serta cukup efektif dalam mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang akan dipelajari.

b) Test tertulis

Melalui tes tertulis dapat mengetahui sejauh mana tingkat kedalaman dan keluasan kemampuan awal peserta didik. Tes tertulis dapat dalam bentuk pertanyaan yang memuat seluruh jenis materi dan level

proses kognitif. Dengan cakupan materi seperti ini, diharapkan hasilasesmen dapat merepresentasikan kemampuan peserta didik.

Selasa, 14 November 2023

Mechanical Seal Repair Service and Failure Analysis Process

 


Step 1: Cleaning

Cleaning is a crucial step in repairing mechanical seals, as any debris or contamination can cause the seal to fail prematurely. To clean the seal faces, you can use a lint-free cloth or paper towel and a mild solvent such as isopropyl alcohol or acetone. Be sure to avoid using  Sand blasting is sometimes required to determine the state of mechanical seal components.

Step 2: Design

After cleaning the seal faces, you can proceed to replace any damaged or worn components. This may involve replacing the seal faces, O-rings, gaskets, springs, or bellows. Be sure to use high-quality replacement parts that are compatible with the pump or rotating equipment.

The maintenance engineering team creates drawings of replacement parts and confirms the budget. Once you accept the quote, the engineering team begins making the replacement parts.

Step 3: Polishing and Lapping

Polishing is the process of using abrasives to remove surface imperfections and create a smoother surface finish. This can be done by hand or with a machine. The goal of polishing is to reduce surface roughness, which can cause leakage or premature wear of the seal faces. Polishing is typically done with diamond paste or other specialized abrasives.

Lapping is a similar process, but it typically involves a finer abrasive and a more controlled process. Lapping is often done after polishing to achieve an even smoother surface finish. In lapping, the two surfaces are rubbed together with a fine abrasive slurry, which removes any remaining surface imperfections and creates a highly polished surface.

Both polishing and lapping can significantly improve the performance of mechanical seals by reducing surface roughness and improving the contact between the two sealing surfaces. Proper polishing and lapping techniques can help  and reduce the risk of leakage.

Step 4: Assembly And Testing

Assemble mechanical seal and perform static and dynamic tests. When the mechanical seal passes the test, it will be delivered to any location that you request.

Can the Mechanical Seal be rebuilt?

Yes, mechanical seals can be rebuilt. In fact, rebuilding mechanical seals is a common practice in industries that rely heavily on mechanical seals such as the chemical, mining, and oil and gas industries.

The process of rebuilding mechanical seals involves taking apart the seal, cleaning and inspecting the parts for damage, and replacing any damaged or worn-out components. The seal is then reassembled with new parts and reinstalled onto the equipment. Rebuilding mechanical seals is a cost-effective alternative to purchasing new seals and ensures the continued reliability and performance of equipment.

 

Written by : Sarwaidi.ST.MT

Senin, 13 November 2023

Praktek bongkar pasang transmisi manual Mobil kijang 4 percepatan di Jurusan TKR SMKN 1 Jeunieb

 


Komponen Transmisi Manual

 

Transmisi manual adalah tipe transmisi yang berhubungan dengan dan atau menggunakan kopling yang dioperasikan oleh pengemudi untuk mengatur perpindahan torsi dari mesin menuju transmisi, serta pemindah gigi yang dioperasikan dengan tangan atau kaki. Berikut ini komponen-komponen yang ada pada transmisi manual:

 

1. Poros Input Transmisi (Transmission Input Salt)

Komponen ini merupakan poros atau roda gigi yang bekerja sama dengan kopling dan berfungsi untuk memutar gigi pada gear box.

 

2. Gigi Transmisi (Gear Transmission)

Gigi transmisi berfungsi sebagai pengubah input tenaga yang dihasilkan mesin menjadi output gaya torsi. Pengubahan gigi transmisi disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh kendaraan.

 

3. Gigi Penyesuaian (Synchcroniser)

Gigi penyesuaian berfungsi untuk memindahkan gigi pada saat mesin mobil sedang bekerja.  Jadi pengendara tetap bisa memindahkan gigi dengan aman meski mobil dalam keadaan berjalan.

 

4. Garpu Pemindah (Shift Fork)

Garpu pemindah berfungsi untuk memindahkan gigi pada porosnya sehingga gigi akan lebih mudah untuk dipasang atau bahkan dipindahkan.

 

5. Tuas Penghubung (Shift Linkage)

Sesuai namanya, komponen ini berfungsi sebagai penghubung antara tuas persneling dengan shift fork atau yang sering disebut dengan garpu pemindah.

 

6. Tuas Transmisi atau Tuas Pemindah Persneling (Gear Shift Lever)

Tuas ini berfungsi sebagai pengendali pengemudi agar bisa melakukan pemindahan gigi transmisi sesuai dengan kondisi mengemudi yang mereka inginkan. Komponen ini biasanya terletak berdekatan dengan sang pengemudi.

 

7. Bak Transmisi (Transmission Case)

Bak Transmisi berfungsi sebagai dudukan bearing transmisi beserta dengan poros-porosnya dan sebagai wadah untuk menyimpan oli transmisi pada mobil. Dengan begitu, pergerakan setiap komponen dalam sistem transmisi mobil bisa tetap lancar dan juga halus.

 

8. Output Shaft

Output shaft merupakan poros yang memiliki fungsi mentransfer torsi yang berasal dari sistem transmisi ke gigi terakhir. Selain itu, komponen ini juga bisa digunakan sebagai dudukan persneling pada sebuah mobil.

 

9. Bantalan atau Bearing (Main Bearing)

Komponen ini berfungsi untuk mengurangi gesekan yang terjadi antara permukaan komponen yang berputar di dalam sistem transmisi.

 

10. Counter Gear

Counter gear digunakan untuk menghasilkan torsi dari gigi input menuju gigi kecepatan.

 

11. Reverse Gear

Dalam hal ini, komponen ini berguna untuk mengubah arah putaran output shaft. Hal inilah yang membuat mobil kita bisa berjalan mundur saat Anda menggerakkan tuas persneling ke arah reverse gear.

 

12. Hub Slave

Hub slave berfungsi sebagai pengunci penyesuaian gigi percepatan. Dengan adanya komponen ini maka dapat membuat output shaft menjadi bisa berputar dan juga berhenti.

 

13. Speedometer Gear

Dengan adanya speedometer gear membuat kecepatan dari mobil yang Anda kendarai tersebut dapat terukur.



Penulis : Dodi Zulfahmi. S.Pd

editor : Junaidi. S.Pd


Praktek mengecek hubungan universal joint pada propeler shaf Di Jurusan TKR SMKN 1 Jeunieb

 


Pengertian Universal Joint

Komponen yang satu ini sering disebut cross joint atau joint kopel di mana bentuknya berupa tanda plus.

Cross joint merupakan salah satu bagian dari poros propeller yang memiliki peranan penting di mana setiap ujungnya akan dipasangkan roller bearing masing-masing satu buah.

Keempat ujung dari joint kopel ini akan menghubungkan komponen yoke ke poros propeller.

Sementara roller bearing akan membantu poros propeller tetap bisa berputar, meskipun terjadi perubahan sudut.

Hal ini berarti cross joint memiliki peranan penting agar komponen lain bisa bekerja dengan baik.

Pemilik kendaraan roda empat harus mengetahui bahwa joint kopel merupakan salah satu komponen penting yang memerlukan perhatian, salah satunya perawatan.

Hal ini karena komponen tersebut bisa mempengaruhi putaran roda yang tentunya berkaitan dengan keselamatan.

Joint kopel berguna untuk melakukan transmisi daya ke roda, sehingga mobil bisa bermanuver dengan maksimal.

Dampaknya mobil bisa berbelok dengan baik tanpa menyebabkan timbulnya suara berupa berdengung atau decitan.

Komponen ini juga berguna untuk membantu tidak munculnya getaran yang akan mengganggu Anda ketika berkendara.

Dalam kinerjanya, joint kopel memiliki beberapa bagian dengan fungsi masing-masing yang nantinya saling berkaitan.

Fungsi Universal Joint

Ada beberapa fungsi utama dari universal joint dalam roda empat agar kendaraan Anda bisa bekerja secara optimal.

Lalu, apa saja fungsi utama dari salah satu bagian penting dari poros propeller tersebut? Simak ulasan lengkapnya sebagai berikut.

  • Memungkinkan Poros Propeller Tetap Berputar Lembut Saat Terjadi Perubahan Sudut

Fungsi pertama dari komponen ini yaitu untuk membuat poros propeller tetap berputar lembut bahkan saat terjadi perubahan sudut.

Ketika Anda berkendara di jalanan tidak rata, komponen ini akan bekerja untuk menggerakkan poros propeller tetap bergerak.

Hal ini terjadi ketika ada gerakan dari suspensi ke belakang karena kendaraan Anda melalui jalan yang tidak rata.

Namun tidak perlu khawatir karena gerakannya akan tetap lembut, sebab ada peranan dari joint kopel.

Komponen tersebut berguna untuk memastikan kendaraan tetap bisa melaju dengan arah yang baik, meskipun kondisi jalan tidak rata. Permukaan jalan memang memiliki pengaruh terhadap kinerja suspensi kendaraan.

Akibat dari permukaan jalan yang tidak rata, yakni membuat poros differential letaknya berubah terhadap poros transmisi.

Di sinilah joint kopel bekerja, di mana akan membuat poros propeller tetap bisa berputar secara lembut, sehingga tidak akan patah.

  • Membuat Komponen Drive Shaft Bekerja dalam Kondisi Sudut yang Berbeda-Beda

Joint kopel juga berfungsi untuk membuat komponen drive shaft bekerja dalam kondisi sudut yang berbeda-beda. Drive shaft bekerja secara keseluruhan untuk mentransmisikan atau memindahkan daya dari mesin ke bagian rear axle.

Transmisi dari komponen drive shaft ini terjadi pada situasi dan sudut yang berbeda-beda ketika kendaraan dikemudikan. Pengaturan transmisi ini dilakukan oleh suspensi bagian belakang yang ada di mobil.

Kinerja driveshaft tersebut bisa membuat joint kopel tidak bisa bekerja secara konstan karena transmisi daya di sudut berbeda-beda. Akibatnya, getaran joint kopel terjadi secara bebas dan tidak beraturan.

  • Menghubungkan Poros Propeller dengan Poros Transmisi dan Poros Differential

Berikutnya, joint kopel berguna untuk menghubungkan 3 poros yang ada pada kendaraan, yaitu propeller, transmisi, dan differential. Setiap ujung dari komponen ini nantinya akan dipasangkan poros propeller yang harus dihubungkan.

Poros propeller sendiri memiliki 3 tipe di mana joint kopel bisa menghubungkan sesuai jenisnya.

Joint kopel bisa menghubungkan poros propeller yang ada di bagian depan dan belakang.

Dalam teknisnya, joint kopel dihubungkan dengan sleve yoke yang menyambungkan poros transmisi dan propeller.

Sedangkan joint kopel selanjutnya dipasang dengan flange yoke untuk menghubungkan poros propeller dan differential. Ketika ketiga poros tersebut sudah tersambung dengan baik, maka kinerjanya bisa optimal dan sesuai fungsinya.

  • Bermanfaat untuk Kendaraan dengan Sistem RWD

Fungsi universal joint yang terakhir, yakni dimanfaatkan untuk kendaraan dengan sistem RWD atau rear wheel drive.

Kendaraan roda empat rear wheel drive mempunyai diameter yang ukuran rata-ratanya 4 inchi dengan pusat komponen terdiri dari 4 lubang searah kompas.

Lubang tersebut tertutup oleh roll bearing, sehingga memungkinkan timbulnya gerakan dari semua sudutnya.

Selanjutnya, keempat lubang akan dihubungkan dengan drive shaft menuju ke transmisi pada komponen lain yang disebut sebagai rear axle.

Hal ini akan membuat daya bisa terhantar dengan baik hingga sampai ke roda belakang kendaraan Anda. Oleh sebab itu joint kopel sangat penting untuk kendaraan RWD, sehingga perlu dijaga dengan baik kinerjanya.

Joint kopel sendiri memiliki beberapa komponen pendukung untuk menghubungkan 2 engsel dan 2 biji yoke.

Komponen tersebut juga memiliki fungsi yang berbeda-beda untuk membantu kinerja joint kopel. Berikut penjelasan terkait beberapa komponen yang ada di joint koppel.

  • Yoke

Komponen pertama ada yoke yang merupakan bagian pertama dari joint kopel. Fungsi dari komponen ini yaitu sebagai sambungan pada joint kopel untuk menghubungkannya dengan poros propeller.

  • Seal

Seal merupakan komponen universal joint selanjutnya yang berguna untuk melindungi bagian lain, yaitu bearing. Bagian ini berguna untuk melindungi bearing agar tidak ada kotoran yang berpotensi merusak.

  • Cup

Kegunaan dari cup pada joint kopel yakni sebagai tempat dudukan dari needle bearing.

Tidak hanya itu, cup juga berguna melindungi needle bearing agar tidak rusak. Fungsi lainnya dari komponen ini yaitu menghubungkan sleeve yoke dengan spider.

  • Cross

Cross memiliki fungsi utama sebagai tempat untuk mendudukkan 2 biji yoke yang lengkap dengan bearing.

Selanjutnya, akan terjadi input shaft yoke yang menyebabkan terjadinya perputaran pada komponen cross.

  • Needle Bearing

Komponen terakhir, yaitu needle bearing untuk memperlancar gerakan dari joint kopel. Di sisi lain, needle bearing juga akan memperlembut gerakan.

Cara Merawat Universal Joint

Perawatan komponen ini perlu dilakukan agar performanya bisa terjaga dengan baik, sehingga kendaraan bisa berjalan dengan lancar di segala medan. Untuk perawatan sendiri, Anda bisa berkonsultasi dengan mekanik yang sudah profesional.

Bagi Anda yang ingin melakukan perawatan joint kopel, sebaiknya menyerahkannya ke bengkel Jun Diesel Auto Service yag berada di juli KM.4 Bireuen.

Tujuannya yaitu agar Anda bisa mendapatkan perawatan yang optimal sehingga penanganannya juga tepat. bengkel Jun Diesel Auto Service juga akan memberikan layanan terbaik untuk perawatan komponen ini.

Universal joint ternyata memiliki peranan penting bagi kendaraan roda empat agar bisa berjalan di segala medan dengan lancar. Anda perlu menjaga komponen ini karena fungsinya yang saling berhubungan dengan poros propeller.

Penulis : Junaidi.S.Pd

Editor : Dodi Zulfahmi. S.Pd


Installation And Commissioning Of Ball Valves

 

The installation and commissioning of ball valves is a critical process in various industrial applications, including pipelines, water systems, oil and gas facilities, and more. Proper installation ensures that the valve functions correctly and performs its intended duty. Here are the general steps for the installation and commissioning of ball valves:

1. Pre-Installation Preparation:

a. Gather all necessary tools and equipment, including wrenches, gaskets, bolts, and the ball valve itself.

b. Ensure that the valve is of the correct size and type for the intended application.

c. Inspect the valve to verify its integrity, and check for any visible defects or damage.

2. Valve Positioning:

a. Identify the correct location for the ball valve in the pipeline or system.

b. Ensure that the valve's orientation (open or closed) is appropriate for its intended function.

3. Pipeline Preparation:

a. Shut off the flow of the fluid in the pipeline.

b. If necessary, depressurize the pipeline.

c. Drain any remaining fluid from the section of the pipeline where the valve will be installed.

4. Flange Assembly:

a. Position the ball valve between the pipeline flanges.

b. Ensure that the valve's flange faces match those of the pipeline.

c. Insert the gasket between the valve and the flanges.

d. Tighten the bolts gradually and evenly, following a crisscross pattern to ensure a uniform seal.

5. Tightening Bolts:

a. Use a torque wrench to tighten the flange bolts to the manufacturer's recommended specifications. This ensures a proper seal and prevents leakage.

6. Lubrication:

a. Apply a suitable lubricant to the ball and stem of the valve to ensure smooth operation.

7. Actuator Installation (if applicable):

a. If the ball valve has an actuator (e.g., electric, pneumatic, or manual handwheel), install it according to the manufacturer's instructions.

b. Check the actuator's alignment and connections.

8. Leak Testing:

a. Perform a leak test to ensure that the valve and flange connections are secure and there are no leaks. This can involve using a pressure or vacuum test, depending on the application.

9. Commissioning:

a. Slowly open and close the ball valve to ensure it operates smoothly.

b. Check for any unusual sounds or vibrations during operation.

c. Verify that the valve provides the desired control of fluid flow.

d. Adjust any limit switches, positioners, or control systems if the valve is part of an automated process.

10. Documentation:

a. Record all installation and commissioning details, including test results and any adjustments made.

b. Update any system diagrams or documentation to reflect the newly installed ball valve.

Proper installation and commissioning are critical to the performance and safety of ball valves in an industrial system. It's important to follow the manufacturer's instructions and industry standards, and when in doubt, consult with a qualified engineer or technician experienced in valve installation.

Written by : Sarwaidi. ST.MT

Industrial Applications Of Shell And Tube Heat Exchangers

 


 


Shell and tube heat exchangers are widely used in various industrial applications for efficient heat transfer between two fluids. They are known for their robust design and high heat transfer capabilities. Here are some industrial applications of shell and tube heat exchangers:

1. Petrochemical and Chemical Industry:

- Cooling or heating of process fluids, including the condensation or vaporization of chemicals.

- Cooling of reactor vessels in chemical reactions.

- Preheating feedwater for boilers by utilizing waste heat from various processes.

- Temperature control in distillation and fractional distillation processes.

2. Power Generation:

- Condenser in power plants: Shell and tube heat exchangers are commonly used in power plants to condense steam from turbines back into water for reuse.

- Heat recovery from gas and diesel engines to increase overall efficiency.

3. Oil and Gas Industry:

- Cooling of lubricating oil in turbines, compressors, and engines.

- Heat exchange in oil refineries for various processes like crude oil distillation.

- Cooling and condensing natural gas in liquefied natural gas (LNG) production.

4. HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning):

- Heat transfer between hot and cold water streams for temperature control in HVAC systems.

- Condenser and evaporator coils in air conditioning systems.

5. Food and Beverage Industry:

- Pasteurization and sterilization of food products and beverages.

- Cooling or heating of process fluids during food processing.

6. Pharmaceuticals:

- Cooling or heating in pharmaceutical processes such as fermentation and crystallization.

- Maintaining precise temperature control in pharmaceutical manufacturing.

7. Water Treatment:

- Cooling of water in industrial water treatment plants.

- Heat recovery from wastewater to preheat incoming water streams.

8. Refrigeration:

- Cooling and condensing of refrigerants in industrial refrigeration systems.

- Chilling and cooling processes in the food and beverage industry.

9. Manufacturing:

- Cooling of hydraulic oil in manufacturing machinery.

- Temperature control in plastic extrusion processes.

10. Pulp and Paper Industry:

- Heat exchange in various stages of paper production, including paper drying and chemical recovery processes.

- Cooling of pulp and paper mill machinery.

11. Marine and Shipbuilding:

- Cooling of engines and generators on ships.

- Heat recovery from ship engine exhaust gases.

12. Environmental Control:

- Heat recovery systems in waste-to-energy facilities.

- Cooling of flue gases in industrial plants to reduce emissions.

Shell and tube heat exchangers are valued for their efficiency, durability, and adaptability to various industrial processes. They come in various designs and materials, allowing them to be customized for specific applications. Their ability to handle a wide range of temperatures and pressures makes them a versatile choice in many industries.


Written by : Sarwaidi. ST.MT